Dewasa ini, hubungan cinta beda agama sudah bukan jadi hal asing lagi. Gak jarang pasangan yang kasmaran mengesampingkan perbedaan mereka dan memilih menjalani komitmen berbalut cinta. Apakah kamu salah satunya, yang rela menyingkirkan semua perbedaan demi bisa bersama

1. Pertanyaan: “Lho, Kok Bisa Sama Dia Sih? Kenapa?”
Saat kamu sudah memutuskan untuk menjalani komitmen beda agama, siapkan diri untuk menghadapi berbagai pertanyaan yang muncul dari lingkungan sekitarmu. Tidak semua orang bisa memahami hubungan beda agama. Bagi sebagian kalangan, komitmen macam ini masih tabu untuk dijalani.

Jika tekadmu sudah benar-benar bulat untuk memulai hubungan beda keyakinan, kamu harus tahan banting kalau ditanya pertanyaan privat yang kadang sensitif. Seperti, “Kok pacarmu gak ikut sholat?” atau seekstrim, “Ngapain pacaran beda agama? Emang yakin bisa nikah?”

2. Meyakinkan Keluarga
Di Indonesia, keluarga menjadi bagian penting yang perlu dipertimbangkan sebelum menjalani komitmen serius dengan seseorang. Terutama orang tua, karena restu mereka masih dianggap krusial bagi kelanggengan sebuah hubungan. Sayangnya, tidak semua keluarga cukup terbuka untuk membiarkan anggota keluarganya menjalani cinta beda agama.

Salah satu hal yang pasti dihadapi oleh seluruh pasangan beda keyakinan adalah proses menjelaskan hubungan cinta tersebut pada keluarga. Tahap ini memang mendebarkan, tapi gak sedikit juga yang berhasil dan mendapatkan dukungan keluarga. Kuncinya adalah keterbukaan dan kerendahan hati untuk mendengar pendapat dari orang-orang terdekat. Pada akhirnya, kalian nggak akan cuma hidup berdua bukan? Keluarga tetap akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan kalian sampai kapanpun.

3. “Aku pengen makan babi panggang, mau minum bir. Tapi kamu gak bisa :(“
Apa yang lebih menyenangkan dari bisa bersama dan menjalani aktivitas bersama pasangan setiap saat? Menjalani hubungan beda agama yang penuh cinta sebenarnya tidak ada bedanya dengan hubungan sewajarnya. Hanya saja, ada beberapa kegiatan yang butuh toleransi tinggi untuk bisa dijalankan bersama.

Makanan halal dan tidak halal contohnya. Bagimu makan babi itu enak banget dan udah jadi kebiasaan minimal seminggu sekali. Tapi keyakinan pasanganmu melarang dia makan babi. Atau minum bir. Bagimu, minum itu bagian yang nggak terpisahkan saat nongkrong sama teman-teman. Sayangnya, karena bir mengandung alkohol pasanganmu gak bisa menemanimu minum. Kalau gak dihadapi dengan toleransi yang tinggi, hal-hal macam ini bisa jadi penyebab pertengkaran.

4. Gak Bisa Menemani dan Ditemani Ibadah
Ibadah adalah kegiatan paling personal yang dilakukan oleh manusia. Pastinya sangat indah kalau kamu bisa beribadah bersama dengan orang yang kamu sayang. Tapi secara rasional, tentu hal ini nggak akan bisa dilakukan. Tempat dan cara beribadah kalian saja berbeda.

Kegalauan yang sering menimpa pasangan beda keyakinan adalah saat waktu beribadah tiba dan pasanganmu gak bisa mendampingimu. Kalian punya jalan berbeda untuk menghadap Tuhan. Gak bisa dipungkiri, pasti rasanya sepi dan sedih. Tapi mau gimana lagi? Hal ini hanya harus dijalani dan dihadapi sebaik mungkin. Toh, kalian tidak punya pilihan lain.

5. Kamu protes, “Bajumu terbuka banget sih!”. Sementara bagi pasanganmu itu biasa saja
Keyakinan itu ibarat pondasi yang membentuk pola pikir dan perilaku kita. Nilai-nilai yang dianut akan terejawantahkan dalam perbuatan sehari-hari. Jika kamu dan pasangan dibesarkan dengan keyakinan yang berbeda, cara pandang kalian juga tidak akan seragam.

Contohnya, kamu pria Muslim yang selama ini dibesarkan dengan nilai-nilai Islam. Bahwa wanita tidak boleh memakai pakaian yang terbuka. Ketika pasanganmu memakai celana pendek atau tank top kamu akan menganggapnya tidak wajar. Bukan karena hal itu sendiri pasti jelek, tapi karena lingkunganmu lah yang membentukmu punya pola pikir bahwa itu adalah hal yang kurang pantas dilakukan. Sementara bagi pasanganmu, gak ada yang salah dengan cara berpakaiannya.