Penamaan bulan pada penanggalan masehi dimulai pada penggunaan kalender Romawi yang hanya mempunyai 10 bulan saja (304 hari). Bulan Martius (Maret) adalah bulan pertama dan bulan December (Desember) adalah bulan terakhir dalam kalender tersebut.

Musim dingin yang saat ini berlaku pada bulan Januari sampai dengan Februari dianggap sebagai masa pasif dan tidak diperhitungkan dalam kalender. Ini berlaku di masa awal berdirinya kerajaan Roma oleh Raja Romulus.

Nama-nama bulan pada kalender Romawi pada saat itu adalah :

  • Martius
  • Aparailis
  • Maius
  • Junius
  • Quintilis
  • Sextilis
  • September
  • October
  • November
  • December

Nama-nama bulan di atas diambil dari nama-nama dewa romawi. Misalnya nama Bulan Maius diambil dari nama Dewa Maia.

Pada tahun 717 SM, Raja Roma yang kedua bernama Numa Pompillus menambahkan 2 bulan baru untuk awal tahun kalender Romawi. Yaitu bulan Januarius dan juga Februarius. Kalender yang sebelumnya hanya terdiri dari 10 bulan itu berkembang menjadi 12 bulan.

Januarius adalah nama yang diambil dari nama Dewa Janus. Dewa ini berwajah dua menghadap ke depan dan belakang, sehingga dapat melihat ke masa depan dan masa lalu. Karena itulah bulan Januarius ditetapkan sebagai bulan pertama.

Februarius pula diambul dari Upacara Februa. Yaitu upacara untuk menyambut kedatangan musim semi. Karenanya bulan Februarius dipilih menjadi bulan kedua, sebelum musim semi datang pada bulan Martius / Maret.

Demikianlah ditambahkannya dua bulan baru, maka bulan-bulan yang terdahulu letaknya di dalam kalender baru menjadi tergeser dua bulan, dan susunannya berubah menjadi: Januarius, Februarius, Martius, Aparailis, Maius, Junius, Quintrilis, Sextilis, September, October, November dan December.

Namun, karena pergeseran bulan-bulan tersebut. Nama-nama bulan dari Quintrilis sampai dengan desember tidak sesuai dengan arti yang sebenarnya. Sistem penanggalan yang dipakai belum murni menggunakan hitungan matahari. Masih banyak kesalahan-kesalahan yang semakin lama semakin jauh meleset.

Pada saat Raja Julius Caesar berkuasa (sekitar 50 SM - 44 SM) kemelesetan tanggal sudah mencapai 3 bulan dari patokan yang seharusnya.

Kemudian dalam kunjungan Raja Julius ke Mesir pada tahun 47 SM, dia sempat menerima anjuran dari para ahli astronomi Mesir untuk memperpanjang tahun 46 SM menjadi 445 hari. Hal ini dilakukan dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan 67 hari antara bulan November dan Desember.

Peristiwa tersebut menjadi peristiwa yang bersejarah, karena saat itulah pertama kalinya dilakukan penyesuaian tahun. Namun dengan adanya kekacauan selama 90 hari itu, perjalanan tahun kembali sesuai dengan musim.

Sebagai peringatan atas jasa Julius Caesar dalam melakukan penyempurnaan itu, makah penanggalan pada saat itu disebut dengan "Tarikh Julian" dengan mengganti nama bulan ke-5 yang awalnya Quintilis menjadi Julio atau biasa disebut dengan Bulan Juli.

Kemudian sebagai bentuk pengabdian namanya, Kaisar Augustus (42 SM - 14 AD), yang memerintah setelah Julius Caesar mengubah nama bulan ke-6 Sextilis menjadi Augustus. Perubahan tersebut diikuti dengan menambahkan bulan Agustus menjadi 31 hari. Penambahan jumlah hari diambil dari bulan Februari. Sehingga Februari hanya berjumlah 28 hari dan 29 hari pada tahun kabisat.