Keluarga adalah sumber kebahagiaan dan kekuatanmu, tapi pasti ada saat dimana keluargamu tertimpa masalah. Sikap egois, masalah ekonomi, perselingkuhan, kurang kasih sayang, tekanan emosional–banyak hal-hal mendasar yang bisa memicu konflik dalam keluargamu. Karena hal-hal ini, Ayah pernah membentakmu, kamu berteriak pada Ibu, sikap kasarmu membuat adik menangis, suamimu mengamuk, anakmu ngambek, dan seterusnya…

Cukup! Apa sih yang sebaiknya kamu lakukan ketika ada konflik dalam keluargamu? Simak di sini, ya…

1. Fokus pada Masalah, Bukan Orangnya
Kamu bertengkar dengan ibumu. Alasannya, ibu nggak mengizinkanmu kuliah di luar kota. Kamu merasa ibumu nggak adil. Kamu terus saja merapal, “ibuku jahat, pilih kasih, pelit, nggak sayang sama aku, sok tau!” Setiap kali melihat ibu, kamu hanya merasa ‘benci’.

Tapi apakah sikap seperti itu bisa menyelesaikan masalah? Tidak. Yang jadi masalah bukan ibumu, tapi keinginanmu buat kuliah di luar kota yang nggak disetujui beliau. Sebaiknya, pikirkan strategi yang tepat ketika kamu mau minta sesuatu ke orang tuamu. Rumuskan alasan atau efek baik dan buruk dari keinginanmu itu. Ajaklah ibumu buat berdiskusi dan bukan berdebat kusir.

2. Pikir Baik-Baik Sebelum Bicara
Tekanan konflik bisa membuat seseorang jadi lebih sensitif dan emosional. Kamu mungkin jadi gampang marah, tersinggung, atau bahkan menangis. Untuk menghadapi masalah, setiap orang harus menjaga lisan dengan sebaik-baiknya.

Ketika Kakak menegurmu karena komputer di rumah kalian rusak, apa yang kamu lakukan? Kamu mungkin tersinggung lalu berteriak: “Bukan aku, kok! Aku kan udah nggak pernah pakai komputer jadul itu!”

Guys, tenangkan dirimu. Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kamu menggunakan komputer itu. Jelaskan kalau kamu emang nggak tau kenapa komputer itu nggak bisa digunakan lagi.

Bantu kakakmu untuk mengatasi masalah ini. Tawarkan untuk mengantarkannya ke warnet kalau dia punya tugas kuliah yang mendesak. Lalu, kalian bisa sama-sama pergi ke tukang service komputer dan masalah pun selesai.

3. Lihat dari Sudut Pandang yang Berbeda
Okelah, kamu merasa nikah beda agama bukan masalah. Kamu yakin kalau orang tua pacarmu akan merestuimu. Kamu siap menghadapi pandangan miring teman, tetangga, dan orang-orang sekitarmu. Tapi, gimana dengan orang tuamu sendiri? Apa mereka juga berpikir seperti kamu?

Kamu perlu mendengar alasan kenapa mereka cemas dan nggak setuju. Kalau ini soal nilai hidup, nggak mungkin memaksa mereka untuk berpikir dan bersikap seperti kamu. Cobalah bicara dari hati ke hati. Apa sih yang sebenarnya mereka khawatirkan?

Redam egomu supaya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Pastikan kalau kamu akan ikhlas dan legowo jika ternyata nilai hidup kalian memang nggak bisa disatukan.

4. Jangan Saling Menyalahkan
Bagaikan petir di siang bolong, keluargamu dapat kabar mengejutkan. Adikmu yang masih SMA bilang, “Mama, aku hamil…” Wow, satu keluarga syok. Ibumu nangis, ayahmu ngamuk, kamu pun sedih dan marah.

Nggak ada waktu buat menyalahkan adikmu. Nggak relevan untuk menganggap dia brengsek dan pergaulannya nggak bener. Udah ada janin dalam perut adikmu, lalu gimana?

Saling menyalahkan nggak bikin si jabang bayi hilang dengan ajaib. Segera cari waktu yang pas buat mempertemukan keluargamu dan keluarga pacar adikmu. Dengan kepala dingin, mulai susun solusi: kapan adikmu dinikahkan sama pacarnya, mereka bakal tinggal dimana, dan gimana soal biaya hidup mereka nanti. Banyak banget yang harus dipikirin daripada sekedar ngotot dan saling menyalahkan.

5. Bukan Soal ‘Aku’, Melainkan ‘Kita’
Dalam sebuah konflik keluarga, banyak pihak yang akan terlibat. Ada ayah, ibu, kakak, adik, bahkan suami atau istrimu. Pikirkan solusi yang bisa memuaskan semua orang. Nggak boleh memihak atau berat sebelah. Kamu nggak boleh merasa benar dan memilih jalan keluar yang pas buat dirimu sendiri.

6. Tanyakan Dirimu Sendiri ‘Mau Bahagia atau Menjadi Benar?’

Kita baru sadar, seorang komedian punya cara unik berbagi kebahagiaan. via www.pexels.com

Pilih mana, solusi yang bisa membuat semua orang bahagia atau yang membuktikan bahwa kamu benar dan mereka salah?

Kalau kamu masih mati-matian ingin membuktikan bahwa kamu benar dan anggota keluarga kamu yang lain salah, kamu akan kesulitan memahami masalah dari sisi mereka. Bisa juga sulit untuk menentukan siapa yang salah dan yang benar. Kamu merasa adikmu salah dan kamu benar. Adikmu merasa kamu yang salah dan dia yang benar. Itu manusiawi banget.

Jadi, fokuskan pikiranmu buat menyelesaikan konflik, bukan bikin masalah baru dengan membahas siapa yang benar dan siapa yang salah.

7. Jadilah Orang yang Gampang Diajak Bicara
Kamu bertengkar dengan ayahmu, lalu ngambek dan mengunci diri di kamar. Mau sampai kapan? Dengan bersikap seperti itu, masalahmu hanya akan berlarut-larut tanpa jalan keluar. Kamu dan ayahmu tetap harus duduk bersama.

Contoh yang nggak baik, nih…

Ayah: "Kak, ayah nggak suka kamu pulang subuh kayak kemarin"

Kamu: "Terus?"

Ayah: "Ya jangan diulangi lagi."

Kamu: "Lah? Tapi, aku kan…Ah, terserah lah. Ayah emang nggak pernah ngerti."

Guys, jangan jadi orang yang keras dan susah diajak bicara. Komunikasi itu penting. Ayahmu mungkin nggak tau kalau kamu harus lembur mengerjakan skripsi atau mengantar temanmu ke rumah sakit. Ngobrol deh, please…

8. Musyawarah untuk Mencapai Mufakat
Merupakan warisan nenek moyang, musyawarah termasuk budaya yang harus terus dijaga. Mulai dari level keluarga, RT, RW, hingga negara, musyawarah adalah cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan.

Dalam keluarga, musyawarah juga bisa jadi cara yang paling tepat untuk mengatasi konflik. Melalui diskusi yang panjang dan melibatkan semua anggota keluarga, akan didapat solusi untuk kepentingan bersama. Tentu saja, proses musyawarah harus mencapai kata mufakat, dimana semua anggota musyawarah setuju dengan hasil atau keputusan yang diambil.

9. Sadarilah, Kamu dan Keluargamu Hanya Manusia Biasa
Manusia itu tempatnya salah dan dosa. Jadi, jika kata-kata suamimu menyakitkan atau menyinggung hatimu, sabar aja. Yakinlah kalau dia sebenarnya nggak berniat menyakitimu dan membuatmu menangis. Pikirkan bahwa kamu dan suamimu adalah dua orang baik yang sedang berada dalam masa sulit. Kamu mungkin cuma salah paham.

Sebaiknya, sama-sama belajar untuk lebih ikhlas menerima dan nggak saling menghakimi. Jika kamu bisa bersikap toleran ke suamimu, maka dia juga akan melakukan hal yang sama.

10. Memaafkan
Manusia emang punya kecenderungan sulit memaafkan. Kecewa atau sakit hati membuat kamu membentengi hatimu. Kamu merasa nggak adil kalau orang yang sudah berbuat salah itu dimaafkan dan nggak dihukum.

Sikap seperti itu nyatanya justru membuatmu semakin menderita. Kamu terus saja dihantui rasa marah dan benci. Alih-alih menyelesaikan konflik, udah pasti hidupmu sendiri nggak akan tenang. Percaya deh kalau jadi seorang pemaaf itu bikin segala sesuatu dalam hidupmu jadi lebih mudah